REJABAR.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri masih terus melakukan penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan Dana bantuan dana operasional sekolah (BOS) yang melibatkan pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun, Panji Gumilang. Termasuk melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dari pihak Al-Zaytun.
"Pada hari Rabu 23 Agustus 2023 proses perkembangan perkara Al-Zaytun atau APG telah dilakukan pemeriksaan terhadap tiga orang pihak bendahara madrasah Al Zaytun, yaitu SM, M, dan NH," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan kepada awak media, Kamis (24/8).
Selain itu, kata Whisnu, pihak penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap satu orang anggota pembina yayasan berinisial AH. Namun, dia belum dapat membeberkan apa hasil dari pemeriksaan sementara terkait kasus TPPU dan dana BOS yang menjerat Panji Gumilang tersebut.
Dia hanya menyampaikan, bahwa pihak penyidik masih akan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi lain dalam perkara ini. "Selanjutnya akan dilakukan pemanggilan saksi kepada pihak anggota yayasan, dan pengurus yayasan, serta pendalaman pihak madrasah terkait dana BOS," kata Whisnu.
Sebelumnya, dalam kasus ini ada dua jeratan tindak pidana yang mengancam Panji Gumilang. Yaitu dugaan pencucian uang atau penggelapan serta dugaan korupsi dana BOS. Kemudian dengan seiring dengan keputusan itu, penyidik Bareskrim Polri juga bakal melakukan penyitaan terhadap rekening milik yang bersangkutan.
“Pertama tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal yayasan dan tindak pidana penggelapan. Kedua diputuskan oleh dalam gelar perkara, berkas perkara korupsi dana BOS yang menjadi berkas kedua,” jelas Whisnu.
Kata Whisnu, Panji Gumilang disangkakan dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. Kemudian kasus dugaan korupsi dana Bos, dia dijerat dengan Pasal 70 juncto Pasal 5 Undang-Undang nomor 28 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.