REJABAR.CO.ID, BANDUNG -- Pegawai di manapun membutuhkan kepastian hukum soal status kepegawaiannya. Karena, pegawai yang belum jelas status kepagawaiannya pasti merasa risau.
Namun, menurut Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Daddy Rohanady, pegawai honorer di instansi pemerintah termasuk di Pemprov Jabar, merasa risau. Karena, tak sedikit honorer yang bertanya-tanya soal status kepegawaian mereka, terutama mereka yang sudah bekerja selama beberapa tahun.
"Di lembaga pemerintah, pegawai honorer biasa disebut Pegawai Non-ASN. Artinya, mereka bukan aparatur sipil negara.
Ada “keguncangan” di semua wilayah, apakah itu di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota," ujar Daddy kepada Republika, Selasa (3/10/2023).
Daddy menjelaskan, honorer banyak yang risau karena Pemerintah Pusat melalui Kementerian Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menpan RB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022. Surat Edaran tersebut ditujukan kepada para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di lingkungan Kementerian/Lembaga instansi pusat dan daerah. Artinya, SE tersebut ditujukan dan diberlakukan di seluruh Indonesia.
"Mengingat begitu krusialnya hal tersebut Pemprov Jabar lantas membentuk Satgas Penyelesaian Status Kepegawaian non-ASN," katanya.
Di dalamnya, kata dia, terdapat Biro Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Biro Organisasi, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dan Perangkat Daerah (PD). Hal ini, karena harus menghitung jumlah kemampuan anggaran, harus menentukan kebijakan formasi dan penyesuaian data analisis jabatan (anjab) dan analisis beban kerja (ABK), serta menghitung kebutuhan formasi. "Itu semua bukan pekerjaan mudah dan ringan," katanya.
Total pegawai pegawai non-ASN di Provinsi jabar adalah 52.006 orang yang melalui kontrak perorangan 44.086 orang dan melalui badan usaha (outsourching) sebanyak 7.920 orang. Mereka yang melalui kontrak perorangan terdiri dari 10.797 fungsional guru, 1.761 fungsional kesehatan, 1.532 fungsional penyuluh, 508 pranata computer, serta 29.488 tenaga administrasi, teknis, dan lainnya.
Menurut Daddy, dari total pegawai pegawai non-ASN sebanyak itu, mayoritas ada di Dinas Pendidikan, yakni 32.583 orang, di Dinas Sumber Daya Air sebanyak 3.312 orang, dan di Dinas Kesehatan 2.482 orang. Adapun yang paling sedikit ada di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil 12 orang, Inspektorat Daerah 10 orang, dan Badan Penghubung 9 orang.
"Sekali lagi, dengan jumlah pegawai non-ASN sebanyak itu pasti menimbulkan kerumitan yang sangat kompleks," katanya.
Jika dikaitkan dengan syarat dan ketentuan pendataan, pegawai non-ASN yang masuk syarat pendataan BKN hanya 33.108 orang. Jumlah tersebut terdiri dari pegawai non-ASN yang masuk pendataan BKN 32.098 orang dan pegawai non-ASN yang belum masuk pendataan BKN sebanyak 1.008 orang. "Jadi, saya berharap jangan ada PHK di Jabar," katanya.