REJABAR.CO.ID, JAKARTA -- Warga Parung Panjang, Kabupaten Bogor, yang tergabung dalam Parung Panjang Bersatu hendak menggelar aksi demonstrasi menuntut pengimplementasian Peraturan Bupati (Perbup) Bogor Nomor 120 Tahun 2021 terkait pembatasan waktu operasional kendaraan angkutan tambang. Mereka hendak turun ke jalan akibat perbup tersebut tidak dilaksanakan sehingga persoalan jalan semakin parah.
“Perbup itu tidak dilaksanakan. Bupati harus bertanggung jawab dong. Bikin perbup kok tidak dilaksanakan. Kan udah ada jamnya. Dari siang tuh nggak boleh ada yang lewat (kendaraan tambang) tapi dilewat-lewatin. Itu petugas diem aja berarti kenapa? Apa nggak bisa kerja, apa emang ada apa? Kan kita nggak tahu,” ujar Ketua Parung Panjang Bersatu Ule Sulaeman kepada Republika.co.id, Kamis (16/11/2023).
Sebab itu, kata dia, warga Parung Panjang hendak melakukan demonstrasi di sekitar kantor Kecamatan Parung Panjang pada pekan depan. Di mana, aksi tersebut dilakukan agar Bupati Bogor Iwan Setiawan menengok ke daerah Parung Panjang yang memang berada di ujung perbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
Menurut dia, peraturan yang dibuat harus dilaksanakan oleh perangkat daerah terkait tak bisa diserahkan kembali ke masyarakat.
“Kan harusnya perbup itu gini, dibikin perbup, perangkatnya udah ada dong. Jam tayang sekian, berarti siapa yang harus nunggu. Jangan diserahin lagi ke masyarakat. ‘Masyarakat harus bantu’, ya nggak bisa begitu. Perbupnya dilaksanakan harus oleh merekalah,” kata Ule.
Di undangan aksi demonstrasi yang Republika.co.id terima tertulis sejumlah tuntutan yang hendak disuarakan oleh masyarakat Parung Panjang. Selain meminta penegakkan Perbup Bogor Nomor 120 Tahun 2021, mereka juga menuntut segera direalisasikannya Jalur Tol Khusus Tambang. Kemudian, meminta memperbaiki dan membuat penerangan di Jalan Raya Sudamanik, Parung Panjang, Kabupaten Bogor.
Tuntutan lainnya, yakni agar menindak sopir tembak yang masih di bawah umur, memeriksa kendaraan yang tidak layak pakai, menangkap oknum pungutan liar (pungli) di perbatasan kabupaten Bogor-Tangerang. Lalu, membuat pos timbangan angkutan tambang dengan maksimal berat delapan ton. Mereka juga akan meminta Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Parung Panjang menjaga jam operasional truk tambang.
Selain itu, mereka juga akan meminta agar dilakukan penambahan anggota Dishub untuk mengawal Perbup Bogor Nomor 120 Tahun 2021. Lalu, masyarakat juga akan meminta pembuatan dua portal angkutan tambang di daerah Caringin, Jagabaya, Parung Panjang, Kabupaten Bogor, dan di perbatasan kabupaten Bogor-Tangerang.
Terkait portal, Camat Parung Panjang Icang Aliyudin menjelaskan, rencana itu sudah dibahas dengan Dishub Kabupaten Bogor dan pihak-pihak terkait lainnya dalam rapat koordinasi yang dilakukan pada Rabu (15/11/2023). Rencananya, kata dia, portal akan dibuat di satu titik di dekat Lapangan Parung Panjang di dekat kantor Kecamatan Parung Panjang. Langkah itu diambil sebagai solusi jangka pendek sampai jalur tol tambang teralisasi.
“(Hanya satu titik) karena memang terkait dari anggaran perubahan, ini langkah-langkah kita. Tapi, kita juga akan efektifkan dari hulu ke hilir, terutama akan berkoordinasi dengan pemerintah Kabupaten Tangerang untuk disinergikan supaya perbub kita dengan perbup dia itu sama-sama,” kata Icang kepada Republika.co.id, Rabu (15/11/2023).
Dia menjelaskan, persoalan jalan di Parung Panjang akan terus terjadi jika Jalur Tol Khusus Tambang belum terealisasikan. Di mana, adanya perbup yang mengatur tentang jam operasional truk tambang dia rasa tidak efektif. Penjagaan jam operasional dari pukul 20.00 WIB hingga 05.00 WIB yang harusnya dilakukan tidak terlaksana dengan baik.
“Persoalannya kan yang menjadi polemik itu ketika jam operasional ini perbup tidak dipatuhi oleh transporter. Terus apabila terjadi kerusakan mesin atau mogok, itu akan berdampak kemacetan. Jadi, itu memang macet itu akibat dari patah as, pecah ban,” kata dia.
Persoalan dari sisi transporter, kata dia, adalah beberapa truk besar dimiliki oleh pribadi, baik yang berasal dari Parung Panjang maupun dari luar. Sehingga, ketika mereka mengalami kendala di jalan maka perbaikannya memakan waktu yang lama. Berbeda jika hal serupa terjadi dengan truk yang memang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan tambang.
“Seperti mobilnya juga kadang-kadang tidak layak pakai, sudah rusak, sudah tua mobilnya. Sedangkan muatan kan bobotnya itu berat, sekitar 30-40 ton gitu kan. Rusaknya mobil itu patah as atau apa itu akibat dari jalan yang rusak, jalan bergelombang. Nah itu persoalannya,” jelas dia.
Menurut Icang, jalan yang dilewati truk-truk di Parung Panjang itu merupakan jalan provinsi. Sebab itu, provinsilah yang mempunyai kewenangan untuk membangun dan memperbaiki. Tapi, kata dia, jika diperbaiki pun jalan tidak akan bertahan lama karena kekuatan jalan tak sebanding dengan tonase kendaraan yang melalui jalan tersebut.
“Karena memang antara kekuatan jalan dengan tonase mobil itu tidak seimbang. Sekarang dari Dishub datang, kita minimal tadi ada langkah-langkah cepat, langkah-langkah pendek, jangka pendek untuk diportal. Kita juga akan efektifkan dengan beberapa SDM-nya dari Dishub,” ujar Icang.
Dia sudah meminta Kadishub Kabupaten Bogor untuk menambah jumlah personel untuk pengimplementasian Perbup Bogor Nomor 120 Tahun 2021. Dia juga sudah meminta agar dilakukan razia ulang dan pengetatan truk-truk yang hendak melalui jalan yang bercampur dengan jalan masyarakat itu. Sebab, truk-truk yang parkir di pinggir jalan memang kerap menjadi sumber persoalan karena memakan satu dari hanya dua jalur yang tersedia.
“Makanya tadi saya sampaikan minimal lakukan razia-razia ulang atau perketat. Minimal mereka tidak parkir di sepanjang jalan Muhammad Toha, yang 15 km itu. Mudah-mudahan ini dengan adanya beberapa kejadian yang sangat urgen ini, hasil tadi, hasil musyawarah kami dengan Kadishub bisa membantu masyarakat untuk jangka pendeknya,” kata dia.
Jalan semakin parah
Seorang warga Parung Panjang, Anaz Ginting, mengaku kondisi jalan di Parung Panjang semakin parah seiring waktu berjalan. Di mana, kemacetan semakin parah akibat truk tambang yang beroperasi di luar jam yang sudah ditentukan. Hal itu diperparah dengan kondisi jalan yang rusak berat, yang tak kunjung diperbaiki.
“Kondisi jalan serta kemacetannya semakin parah. Dan hampir tidak mengenal waktu, mengingat sendiri dari truk-truk itu punya operasional hours, tapi ya gitu mereka selalu mengabaikan dan memang sengaja parkir truk-truknya di bahu kanan serta kiri jalan,” ujar Anaz kepada Republika.co.id, Kamis (16/11/2023).
Truk-truk yang parkir itu, kata Anaz, sering kali mematikan mesin. Itu membuat jalur yang dapat dilalui hanya satu jalur saja. Warga masyarakat yang menggunakan mobil menjadi semakin sulit untuk melintas karena tak jarang harus saling berhadapan di satu jalur yang sama, yang kerap membuat lalu lintas tersendat lama.
“Sehingga banyak mobil yang tidak bisa lewat. Bahkan motor pun harus melewati sela-sela truknya. Untuk faktor kemacetan sendiri sering kalinya karena mogok dan ban pecah, seharusnya mereka aware dengan beban muatan yang cukup berat, tapi mereka sangat tidak aware dengan hal itu,” ujar dia.
Dia berharap, pemerintah daerah maupun aparat setempat melakukan negosiasi serta mempercepat proses pembangunan Jalan Tol Khusus Tambang. Menurut Anaz, adanya jalur itu dapat mengurangi kemacetan dan membuat jalan yang dilalui masyarakat tidak berdebu parah seperti yang selama ini terjadi, yang kerap menimbulkan penyakit ISPA.
“Lebih safety juga untuk pengguna jalan, kondisi jalanan sini tidak semakin parah dan bisa semakin meyakinkan orang-orang yang ingin membeli rumah di sini untuk tinggal maupun hanya investasi,” kata Anaz.