Jumat 02 May 2025 16:36 WIB

Taufik Nurrohim Dukung Gubernur Soal Keadilan Fiskal untuk Jawa Barat Harus Jadi Prioritas

Selama ini suara dari daerah kerap tak mendapat perhatian serius pemerintah pusat.

Rep: Muhammad Taufik/ Red: Ferry kisihandi
Anggota Komisi III DPRD Provinsi Jawa Barat, Taufik Nurrohim
Foto: dokpri
Anggota Komisi III DPRD Provinsi Jawa Barat, Taufik Nurrohim

REJABAR.CO.ID, BANDUNG -- Anggota Komisi III DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi PKB, Taufik Nurrohim, S.Psi, menyatakan dukungan penuh terhadap pernyataan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menyoroti ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah.

Dalam rapat bersama Komisi II DPR pada 29 April 2025, Gubernur Dedi menyampaikan urgensi perubahan skema bagi hasil fiskal yang lebih adil bagi Jawa Barat.

“Ini bukan sekadar keluhan, melainkan suara struktural yang mengangkat realitas beban daerah yang selama ini terabaikan,” ujar Taufik dalam keterangannya, Jumat (2/5/2025).

Taufik menilai pernyataan Gubernur merupakan bentuk keberanian menyuarakan ketimpangan fiskal yang telah lama dirasakan. Ia menekankan, selama ini suara dari daerah kerap tak mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat.

“Pernyataan Pak Gubernur adalah seruan kolektif. Kami di DPRD sudah lama memperjuangkan hal ini, tapi suara kami sering dianggap lokal. Kini, dengan disuarakan langsung di Senayan, kami berharap pusat lebih terbuka untuk mendengar,” jelasnya.

Dalam paparannya, Taufik menyampaikan fakta-fakta ketimpangan fiskal yang dialami Jawa Barat. Dengan populasi lebih dari 50 juta jiwa, Jawa Barat hanya memiliki 27 kabupaten/kota—jauh lebih sedikit dibandingkan Jawa Tengah dengan 35 dan Jawa Timur 38.

Selain itu, jumlah desa di Jawa Barat hanya sekitar 6.273, sementara dua provinsi lainnya memiliki lebih dari 8.000 desa. Akibatnya, kepadatan penduduk per desa di Jawa Barat sangat tinggi, sekitar 8.000 jiwa per desa.

Bandingkan dengan Jawa Tengah yang hanya 4.400 dan Jawa Timur 4.900 jiwa per desa. Namun demikian, alokasi anggaran justru lebih rendah.

Jawa Barat hanya menerima Dana Alokasi Umum sekitar Rp3,1 triliun, sedangkan Jawa Tengah Rp 3,68 triliun dan Jawa Timur Rp 4,2 triliun. Untuk Dana Bagi Hasil PPh 21, Jawa Barat hanya memperoleh Rp107 miliar—lebih kecil daripada Jawa Tengah (Rp 120 miliar) dan Jawa Timur (Rp 130 miliar).

“Jumlah penduduk lebih banyak, desa lebih padat, beban sosial lebih besar—tapi anggaran lebih kecil. Ini anomali dalam sistem fiskal nasional,” kata Taufik.

Gubernur Dedi sebelumnya juga menyinggung perubahan karakter desa yang tak lagi sesuai dengan status administratifnya.

Menanggapi hal itu, Taufik menilai banyak desa di Jawa Barat, terutama di kawasan industri seperti Cileunyi, Tambun, dan Bojongsoang, sudah bertransformasi menjadi kawasan urban. Namun karena statusnya masih desa, pelayanan publik menjadi tidak optimal.

Struktur fiskal dan administratif yang ada saat ini tidak mampu mengakomodasi realitas di lapangan. Ia menambahkan, penataan ulang kecamatan juga menjadi kebutuhan mendesak, terutama di daerah dengan populasi besar seperti Kabupaten Bogor.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 6 juta jiwa, Kabupaten Bogor disebutnya membutuhkan restrukturisasi agar distribusi layanan lebih merata.

Sebagai bagian dari upaya memperjuangkan keadilan fiskal, Taufik menyampaikan sejumlah usulan konkret yang perlu segera ditindaklanjuti pemerintah pusat, mulai dari reformulasi dana desa, revisi aturan pemekaran, hingga penghapusan ketimpangan dalam pembagian dana bagi hasil berdasarkan domisili kerja buruh, bukan lokasi NPWP perusahaan.

Taufik menegaskan perjuangan ini bukan untuk meminta perlakuan istimewa bagi Jawa Barat, melainkan keadilan fiskal yang proporsional berdasarkan beban nyata yang ditanggung daerah.

“Puluhan juta penduduk, kawasan industri terbesar, desa-desa yang sudah padat, dan pelayanan sosial yang berat. Negara harus hadir secara proporsional, bukan transaksional,” pungkasnya.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement