Rabu 16 Jul 2025 08:27 WIB

Viral Pasien Disebut tak Diberi Makan dan Infus Kosong, Ini Penjelasan RSD Gunung Jati

Ranujaya pemuda putus sekolah dan rela bekerja di sawah untuk membantu ibunya

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Arie Lukihardianti
Rumah Sakit (ilustrasi)
Foto: pixabay
Rumah Sakit (ilustrasi)

REJABAR.CO.ID,  CIREBON--Kondisi pasien di RSD Gunung Jati Cirebon yang disebut tidak diberi makan dan dibiarkan terpasang infus kosong selama beberapa hari, viral di media sosial (Medsos). Pihak manajemen rumah sakit pun angkat bicara mengenai hal tersebut.

Pasien itu bernama Ranujaya, asal Desa Jagapura Lor, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon. Ia dirawat di RSD Gunung Jati akibat digigit ular berbisa saat bekerja membantu ibunya di sawah. 

Baca Juga

Video mengenai kondisi pasien itu diunggah oleh akun TikTok @ibnusaechulaw. Dalam video berdurasi tiga menit itu menunjukkan seorang pria bernama Ibnu Saechu, yang memprotes pelayanan pihak rumah sakit terhadap pasien tersebut.

Ibnu memprotes selang infus yang tak dicabut-cabut meski botol infus sudah kosong. Selain itu, ia juga menyesalkan kondisi pasien yang mengaku tidak diberi makan. “Di penjara saja, di Polsek, di Polres, dikasih makan lho. Kejam sekali sih Bu, Rumah Sakit Gunung Jati, orang lagi pemulihan, recovery,” ujar Ibnu dalam video tersebut, yang dikutip Republika, Selasa (15/7/2025).

Ibnu menjelaskan, ibu dari Ranujaya merupakan janda beranak lima. Menurutnya, Ranujaya merupakan pemuda putus sekolah dan rela bekerja di sawah untuk membantu ibunya. Apalagi, dia mempunyai adik yang masih duduk di bangku SD.

Menanggapi viralnya video tersebut, Direktur Utama RSD Gunung Jati Cirebon, Katibi, memberikan penjelasan. Menurutnya, pasien Ranujaya datang ke IGD RSD Gunung Jati pada Kamis, 3 Juli 2025 pukul 15.14 WIB. 

“Di IGD, pasien diberikan serum anti bisa ular. Walaupun yang bersangkutan diidentifikasi bukan pasien peserta BPJS, tapi kami memberikan pelayanan life saving tersebut tanpa mempertimbangkan dan bertanya-tanya tentang biaya,” kata Katibi, Selasa (15/7/2025).

Setelah mendapat layanan beberapa jam di IGD, kondisi pasien dinyatakan stabil sehingga dipindahkan ke ruang High Care Unit (HCU). Di ruangan tersebut, pasien kembali mendapat serum bisa ular kedua. “Sekali pemberian itu dua vial, sehingga total dengan yang di IGD jadi empat vial, yang harganya lebih dari Rp 2 juta per vialnya,” jelas Katibi.

Pasien terus mendapat perawatan di HCU sejak Kamis (3/7/2025) hingga Ahad (6/7/2025) sore. Setelah kondisinya dianggap stabil, pasien dipindah ke ruang rawat biasa.

Dokter penanggung jawab kemudian melakukan pemeriksaan kepada pasien pada Senin (7/7/2025). Dari hasil pemeriksaan itu, pasien diperbolehkan pulang keesokan harinya atau Selasa (8/7/2025).

Petugas kemudian mengkomunikasikan mengenai  pembiayaan rumah sakit kepada pihak keluarga pasien, yang besarannya sekitar Rp 14 juta. Pasalnya, pasien itu sejak awal sudah teridentifikasi bukan pasien peserta BPJS. "Mulai Senin itu petugas kami sudah berkomunikasi. Tapi kebetulan yang menunggu pasien tersebut adalah orang tua laki-lakinya dan kami sampaikan tentang pembiayaan yang mungkin relatif besar," kata Katibi.

Hal itu kembali disampaikan kepada orang tua laki-laki dari pasien pada Selasa (8/7/2025). Namun, ayahnya selalu menyampaikan agar menunggu ibunya saja karena mereka sudah berpisah relatif lama dan pasien itu ikut ibunya sejak kecil.

Pada Rabu (9/7/2025), pihak keluarga mengajukan permohonan untuk berhenti pelayanan sebagai pasein rawat inap, dengan belum ada kejelasan pembiayaan.

Permintaan pihak keluarga pun disetujui petugas rumah sakit karena sebelumnya dokter memang sudah memperbolehkannya pasien pulang. Karena dinyatakan sudah berhenti sebagai pasein rawat inap, maka yang bersangkutan kemudian tidak didaftarkan sebagai pasien yang mendapat pelayanan makanan minuman.

“Senin sampai Rabu, hak-hak pasien mendapatkan pelayanan perawatan, termasuk makan minumnya itu terpenuhi. Tapi setelah Rabu sore sampai Kamis menjelang pulang, yang bersangkutan tidak berstatus sebagai pasien rawat inap. Karenanya, pelayanan makan minumnya dihentikan,” kata Katibi.

Katibi menambahkan, keluarga pasien pun sudah menginformasikan akan membeli makan sendiri. Mereka juga kemudian membayar sebagian dari jumlah total yang sudah diinformasikan. “Jadi ingin kami sampaikan bahwa RS Gunung Jati telah memberikan pelayanan medis sesuai kebutuhan medisnya, tanpa mempersoalkan pembiayaan,” tegas Katibi.

Selain itu, kata Katibi, dalam hal penyelesaian pembiayaan atau pembayaran atas pelayanan kesehatan, pihaknya juga tidak menggunakan metode penahanan. Melainkan menggunakan komunikatif dan partisipatif. “Kemudian tidak ada penelantaran dan pembiaran terhadap kebutuhan pasien yang dimaksud,” katanya. 

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement