Jika belum bisa bertemu dengan Gubernur Jabar, ia mengaku bakal menyiapkan rencana berikutnya termasuk aksi lebih besar lagi. Ia menyebut aksi saat ini hanya diikuti 10 persen dari total seluruh pekerja pariwisata di Jawa Barat.
"Kalau total saya bilang tadi, yang bekerja di sektor ini di Jawa Barat sekitar 8.000. Itu yang formal. Yang informal itu sekitar 5.000. Yang berarti ada 13.000. Yang informal itu saya katakan, karena bekerja di sektor transportasi itu rata-rata informal," kata dia.
Dengan kebijakan Dedi Mulyadi, ia menyebut terjadi penurunan drastis order. Ia menyebut mereka yang menikmati pariwisata di Jawa Barat didominasi dari study tour.
"Saya katakan menu utama Jabar itu, jangan ada yang membantah. Karena Jabar bukan Bali. Menu utama Bali itu wisatawan asing. Menu utama Jawa Barat itu adalah wisatawan, study tour, anak-anak sekolah yang jumlahnya cukup besar, potensi pasarnya sangat besar," katanya.
Saat Covid-19, kata dia, terdapat bantuan dari pemerintah saat pariwisata lumpuh. Namun, saat kebijakan Dedi Mulyadi diberlakukan tidak terdapat solusi yang diberikan.
Salah seorang pekerja bus pariwisata Bukit Jaya Slamet (37 tahun) mengaku sejak kebijakan larangan studi tur diberlakukan dirinya lebih banyak nganggur. Padahal sebelum kebijakan tersebut dibuat, ia mengaku dapat beroperasi sebulan 12 kali.
"Seminggu tiga kali. Sebulan 12 kali berangkat. Sekali trip Rp 500 ribu. Sebulan bisa dapat Rp 4 juta, sekarang sejuta gak nyampe," kata dia.
Di tengah situasi tersebut, ia mengatakan bekerja serabutan untuk menyambung hidup seperti menjadi sopir truk.