REJABAR.CO.ID, BANDUNG -- Anggota Komisi III DPRD Provinsi Jawa Barat Pepep Saepul Hidayat meminta, Pemprov Jabar melakukan evaluasi besar-besaran terkait adanya temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK RI). Yakni, dengan adanya kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di tahun anggaran 2022 yang mencapai Rp 1,4 miliar.
Temuan dari BPK ini, menurut Pepep, baru terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi III bersama OPD beberapa waktu lalu. Kejadian ini, kata Pepep, sudah dua kali terjadi, yakni ada ASN yang telah meninggal, tapi masih menerima gaji dan tunjangan. Ada juga, pegawai yang sedang menjalani sanksi atau cuti, tetapi tetap menerima pembayaran secara utuh.
"Sebetulnya kita support terhadap kebijakan pemprov untuk terus memodernisasi pengelolaan berbagai layanan, administrasi berbasis digital. Tapi harus diimbangi dengan peningkatan mental dan tanggungjawab SDM," ujar Pepep, Senin (10/6/2023).
Jadi, kata Pepep, tidak bisa menyerahkan pelayanan ke sistem tanpa kontrol dari orang yang memiliki tanggungjawab melakukan hal tersebut. Hal ini, menjadi kewajiban Pemprov untuk segera menyelesaikannya.
Berdasarkan dari data BPK pada 2022, kata dia, ada 221 ASN menerima kelebihan tunjangan. Padahal, mereka sedang menjalani cuti besar dengan nilai total sekitar Rp167,4 juta. Kelebihan pembayaran tunjangan atas 27 ASN yang tengah melaksanakan tugas belajar sebesar Rp 46,7 juta.
"Ada juga rekapitulasi kelebihan pembayaran tunjangan dua ASN yang sedang melaksanakan CLTN senilai Rp23,8 juta," katanya.
Kemudian, kata dia, ada kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan atas lima ASN yang pensiun sebesar Rp35,4 juta. Kelebihan bayar gaji dan tunjangan 18 ASN yang meninggal senilai Rp191, juta. Kelebihan bayar gaji dan tunjangan empat ASN yang diberhentikan atau hukuman disiplin, Rp23,6 juta.
Kelebihan bayar tunjangan tambahan penghasilan 111 ASN yang telah pensiun, Rp 285,5 juta. Kelebihan pembayaran tunjangan tambahan penghasilan 34 ASN yang meninggal Rp 284,6 juta serta kelebihan bayar tambahan penghasilan 38 ASN yang menerima hukuman disiplin sebesar Rp 435 juta. Total keseluruhan, Rp 1,493 miliar.
"Mengenai hal ini, Pemprov Jabar harus mengupayakan uang tersebut kembali dalam kurun waktu 60 hari setelah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) diterima. Sesuai keputusan dari inspektorat," katanya.
Pepep berharap, adanya dugaan unsur kelalaian dari operator sistem tidak lagi terjadi di 2023. Mengingat kejadian ini dapat menjadi cela, seiring dengan semangat digitalisasi reformasi birokrasi Pemprov.
"Sistem yang canggih, tapi hal-hal mendasar masih terjadi. Kesalahan mendasar. Kurang aware ini harus diperbaiki," katanya.
Selain itu, kata dia, kelalaian juga terjadi dalam pemanfaatan anggaran yang dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Jabar. Kerap terjadi kesalahan pencatatan atau nomenklatur, yang seharusnya belanja modal namun dijadikan belanja barang dan jasa.
Kesalahan penganggaran belanja barang dan jasa, kata Pepep, mencapai Rp112,8 miliar. Sehingga Gubernur Ridwan Kamil harus mengingatkan Kepala TAPD untuk lebih cermat dalam melakukan verifikasi penyusunan anggaran belanja.
"Ini juga menarik, sebab akan beda perlakuan. Dimana kita tahu, kalau belanja modal akan menjadi aset pada neraca pemerintah daerah. Kalau belanja barang dan jasa, diasumsikan habis dalam 12 bulan. Tidak menambah nilai aset Pemprov. Ini lagi-lagi kejelian dan tanggung jawab dari pengguna sistem (TAPD)," paparnya.