Senin 28 Apr 2025 17:15 WIB

Sepatu Arlenne Lahir karena Prihatin ke Perajin Cibaduyut, Kini Tembus ke Beberapa Negara

Arlenne bekerja sama dengan sekitar 12 perajin lokal

Red: Arie Lukihardianti
Wini Intan Paramitha (36 tahun), pendiri Arlenne Pain-Free Heels
Foto: Dok Republika
Wini Intan Paramitha (36 tahun), pendiri Arlenne Pain-Free Heels

REJABAR.CO.ID,  BANDUNG--Saat pandemi Covid-19 melanda, banyak pelaku usaha mengalami pukulan berat, termasuk para perajin sepatu di kawasan Cibaduyut, Bandung. Kesulitan ekonomi kala itu begitu parah hingga ada perajin yang terpaksa menjual palu satu-satunya, seharga Rp5.000, demi membeli makanan. Padahal, palu tersebut menjadi alat satu-satunya bagi perajin tersebut untuk memproduksi sepatu.

Kondisi ini menggerakkan hati Wini Intan Paramitha (36 tahun), pendiri Arlenne Pain-Free Heels, untuk membangun sebuah usaha yang bukan hanya berorientasi bisnis, tetapi juga sebagai bentuk pemberdayaan.

Baca Juga

"Kami tergerak setelah melihat kondisi para perajin di Cibaduyut yang terdampak berat akibat pandemi, terutama setelah mendengar kisah seorang pengrajin yang harus menjual palunya hanya untuk makan. Dari situ, kami berharap bisa menjadi saluran berkat bagi para pengrajin lokal," ujar Wini kepada Republika, Senin (28/4/2025).

Wini memproduksi sepatu dengan merek Arlenne, yang mengkhususkan diri pada sepatu untuk acara istimewa seperti pesta dan pernikahan, selain menyediakan pilihan kasual dan sepatu kerja. "Fokus utama kami adalah sepatu custom, sehingga bisa menyesuaikan dengan keinginan dan selera masing-masing klien," tutur Wini, yang memiliki workshop di Jalan Mekar Utama No 35, Mekarwangi, Bandung.

Mengusung konsep eco-friendly dan animal-friendly, Arlenne menggunakan bahan non-kulit hewan asli. Material utama adalah polyester premium, yang kualitasnya setara atau bahkan lebih baik dibandingkan kulit asli. "Namun, jika ada klien yang menghendaki penggunaan kulit asli, kami tetap dapat mengakomodasinya, meskipun secara standar kami memakai bahan sintetis," kata Wini.

Untuk memberikan sentuhan elegan, Arlenne juga memadukan material brokat, teknik jahit khusus, kristal, dan payet sebagai ornamen tambahan. Salah satu keunggulan produk ini terletak pada penggunaan sol enam lapis, jauh di atas standar dua lapis yang umum digunakan. "Ini membuat sepatu lebih empuk, padat, serta mampu menopang beban tubuh dengan baik, sehingga tetap nyaman meski dipakai seharian, termasuk untuk high heels," katanya.

Di bagian dalam, sepatu Arlenne dilengkapi dengan lapisan katun bambu anti-bakteri, yang menjaga kenyamanan dan mencegah bau meski kaki berkeringat. Mulanya, Arlenne hanya memproduksi sepatu wanita. Namun, melihat adanya permintaan dari pasar, kini Arlenne juga melayani pembuatan sepatu untuk pria serta menyediakan produk ready stock untuk kebutuhan mendesak.

Usaha ini mulai dirintis sejak 2018, dengan merek dagang Arlenne resmi terdaftar pada 2021. "Nama Arlenne sendiri mengandung arti 'berkat Tuhan'," jelas Wini.

Kini, Arlenne bekerja sama dengan sekitar 12 perajin lokal, termasuk satu orang supervisor. Namun, fokus utama tetap pada pemberdayaan para perajin yang terdampak pandemi. Rata-rata omzet yang diperoleh mencapai Rp50 juta per bulan, dengan peningkatan dua hingga tiga kali lipat pada musim pernikahan di pertengahan dan akhir tahun. Harga sepatu custom, dipatok mulai Rp1,9 juta, dengan waktu pengerjaan maksimal 30 hari kerja. Sementara, sepatu ready stock ditawarkan pada kisaran harga Rp700 ribu hingga Rp800 ribu.

"Saya optimistis prospek bisnis sepatu ke depan tetap cerah, karena kebutuhan akan sepatu custom untuk pernikahan tidak akan pernah berhenti," kata Wini.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement