Selasa 15 Jul 2025 22:13 WIB

Belajar Ketahanan Pangan Ala Kampung Adat Cireundeu, Dibalik Hebohnya Beras Oplosan

Lebih dari satu abad Kampung Adat Cireundeu mengkonsumsi beras dari singkong

Rep: Ferry Bangkit Rizki / Red: Arie Lukihardianti
Entis Sutisna ialah salah satu generasi penerus Kampung Adat Cireundeu yang sudah mengkonsumsi rasi sejak kecil.
Foto:

Tatih (77), warga Kampung Adat Cireundeu lainnya memperlihatkan dan mencicipi beras singkong yang sudah matang. Nasi singkong yang tampilannya tak berbeda jauh dengan nasi yang berasal beras padi itu dituangkannya dalam sebuah piring plastik merah.

Putih, likat, dan cocok disandingkan dengan beragam lauk untuk santapan makan sehari-hari. Dari mulai ikan, oreg kentang, tempe, bihun dan lainnya seperti yang sedang hendak dicicipi Emak Tatih. "Bagi emak mah ini enak, nikmat. Dari kecil memang sudah makan rasi sampai sekarang. Jadi beras mau mahal, mau oplosan enggak pengaruh," kata Tatih.

Keberadaan rasi sebagai pangan utama bagi warga Kampung Adat Cireundeu diperkirakan berlangsung sejak tahun 1918. Salah satu pencetusnya adalah Aki Ali yang berpikir bahwa sumber pangan warganya yang dijajah harus dipertahankan.

Kondisi masyarakat ketika itu dalam keadaan terjepit ditengah penguasaah penjajah terhadap perkebunan rakyat. Selain itu, letak geografis yang berada di pegunungan membuat warga tidak bisa menanam padi di sawah.

Sehingga para sesepuh dan warga Kampung Adat Cireundeu kala itu berpikir sudah waktunya untuk beralih dari makanan pokok yang berasal dari beras menjadi makanan yang berasal dari umbi-umbian seperti singkong. "Kalau berbicara sejarah itu rasi (nasi dari singkong) itu dari 1918, tapi itu baru digagas sesepuh dulu baru mencoba umbi-umbian. Jadi sudah sekitar 107 tahun tidak pernah makan beras," kata Abah Widi.

Enam tahun kemudian tepatnya tahun 1924 sesepuh dan warga mengembangkan singkong menjadi sebuah beras. Ketika sudah biasa dikonsumsi, pemerintah setempat kalau itu menamainya makanan pokok itu rasi.

Menurut Abah Widi, beras dari singkong ini sebetulnya bisa menjadi pangan alternatif bagi masyarakat ditengah maraknya beras oplosan hingga harganya yang semakin mahal. "Ada rasi, beras singkong yang sebetulnya bisa menjadi alternatif. Cuma kan bisa enggak merubah pola makan, karena orang yang makan beras itu kan kebutuhannya cukup besar," katanya.

Diberitakan Republika sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkap temuan mengejutkan terkait peredaran beras yang tidak sesuai standar di pasaran. Temuan ini merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan yang mendapati 212 merek beras tidak memenuhi ketentuan mutu, kualitas, dan kuantitas.

"Alhamdulillah temuan Kementerian Pertanian kemarin bersama Satgas Pangan tentang beras di mana kualitasnya, mutunya, kuantumnya tidak sesuai dengan standar. Ada 212 yang ditemukan oleh Satgas Pangan dan Kementerian Pertanian," ujar Amran di Jakarta, Sabtu (12/7/2025)

Menurut Amran, seluruh temuan tersebut sudah dilaporkan kepada Kapolri, Jaksa Agung, dan Satgas Pangan agar segera ditindaklanjuti secara hukum. Amran berharap proses penyelidikan dan penindakan berlangsung cepat demi melindungi masyarakat.

"Mudah-mudahan ini diproses cepat. Kami sudah terima laporan tanggal 10, dua hari yang lalu, itu telah mulai pemeriksaan. Kami berharap ini ditindak tegas," ucap Amran.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement