REJABAR.CO.ID, JAKARTA---Polda Jawa Barat (Jabar) telah menetapkan dua tersangka baru kasus kecelakaan maut Bus Trans Putera Fajar yang merenggut 11 nyawa manusia. Salah satu tersangka baru berinisial AI seorang pengusaha yang memiliki bengkel di wilayah Jakarta. Namun bengkelnya tidak mengantongi izin karoseri guna memodifikasi kendaraan.
"Bengkel yang bersangkutan tidak memilik izin untuk mengubah dimensi atau rancang bangun kendaraan bus," ujar Direktur Lalu Lintas Polda Jawa Barat Kombes Wibowo kepada awak media, Rabu (29/5/2024).
Kemudian setelah dimensi atau ukuran bus diubah, AI menyerahkan bus tersebut ke tersangka berinisial A. Namun justru tersangka A mendelegasikan bus tak laik jalan itu kepada tersangka bernama Sadira, sopir bus Trans Putera Fajar pada saat kecelakaan maut di Ciater, Subang, Jawa Barat.
"Antara yang bersangkutan dengan saudara S tidak ada ikatan kerja atau kontrak apapun tersangka S adalah freelance yang mungkin apabila dibutuhkan A dihubungi," kata Wibowo.
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Jawa Barat mengungkapkan perusahaan otobus (PO) bus Trans Putera Fajar yang mengangkut rombongan pelajar SMK Lingga Kencana tidak berizin alias bodong. Seperti diketahui, bus tersebut terguling di Jalan Ciater, Subang dan menewaskan 11 orang terdiri dari 9 pelajar, satu orang guru dan satu orang warga.
Direktur Lalu Lintas Polda Jabar Kombes Pol Wibowo mengatakan PO bus Trans Putera Fajar tidak terdaftar di Kementerian Perhubungan. Ia menuturkan pengelola bus Trans Putera Fajar tidak terdaftar di perusahaan otobus manapun.
"Kita lakukan pengecekan bahwa Trans Putera Wisata tidak terdaftar di Kementerian Perhubungan artinya nama yang dipakai di bus bodong asal tempel dan bus tersebut tidak menjadi bagian otobus pariwisata manapun," ucap dia, Rabu (29/5/2024).
Ia menuturkan pemilik bus tersebut yaitu AI yang kini telah ditetapkan tersangka bersama A yang mengurus operasional bus. Wibowo mengatakan AI mengubah dimensi bus di bengkel miliknya tanpa memiliki izin.
Selain itu, yang bersangkutan tidak pernah mengajukan izin perusahaan otobus serta tidak pernah melakukan pemeriksaan teknis atau perawatan termasuk rem. Ia mengatakan AI membawa bus ke Jakarta lalu meminta bantuan ke A untuk mengoperasionalkan bus demi mendapat keuntungan.
"Yang bersangkutan menyetujui usulan dari saudara A untuk mengubah nama bus sebelum terbakar menggunakan nama Trans Maulana Jaya diubah menjadi Putera Fajar wisata," kata dia.