REJABAR.CO.ID, BANDUNG--Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus mendorong upaya perlindungan kekayaan intelektual (KI) melalui pencatatan karya seni budaya, terutama musik tradisi. Pencatatan sebagai langkah awal perlindungan karya budaya.
Hal itu diungkapkan Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan dalam kegiatan sosialisasi perlindungan kekayaan intelektual musik tradisional yang digelar bersama Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Pro Karindo Utama dan Radio Republik Indonesia (RRI), dan Kementerian Kebudayaan RI.
“Saat ini dari 119 karya seni budaya di Jawa Barat, baru tiga yang berasal dari Bandung yaitu angklung, benjang, dan barong ulin. Kita harus menambah jumlah itu. Pencatatan itu sangat penting,” ujar Farhan di Gedung RRI Bandung, Kamis (26/6/2025).
Farhan juga menekankan peran strategis Dinas Arsip dan Perpustakaan dalam mendokumentasikan karya seni, serta pentingnya partisipasi aktif para seniman. “Catatannya itu masih kurang karena kita sendiri belum cukup rajin mendata, dan para seniman juga belum rajin mendaftarkan. Jadi kalau punya karya, jangan malas, langsung catat ke LMK,” katanya.
Farhan juga mengapresiasi kerja sama dengan RRI Bandung sebagai media penyiaran publik yang aktif menyebarluaskan informasi sosialisasi perlindungan KI.
Sementara itu, Ketua LMK Pro Karindo Utama Gilang Ramadhan mengatakan, pencatatan karya seni tradisi merupakan bentuk pelestarian dan dapat menciptakan dampak ekonomi yang besar bagi para pelakunya. “Kalau dicatat dan dilindungi, para seniman bisa mendapatkan hak ekonomi dan royalti. Kita di Bandung ini banyak seniman dan kampus seni, jadi harus jadi sentral musik tradisi nasional,” katanya.
Saat ini, kata dia, sudah ada ratusan karya yang tercatat, bahkan ribuan kalau digali terus. "Alat musik bambu, misalnya, itu bisa berdampak ke lingkungan karena bambu ditanam di banyak daerah. Ini efek dominonya luar biasa,” katanya.
Menurut Dirjen Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi, Restu Gunawan, kekayaan intelektual, termasuk resep tradisional, bisa menjadi aset ekonomi jika dikelola dan dicatat dengan baik. “Kita punya 2.258 warisan budaya tak benda nasional. Tapi pencatatannya belum merata. Ini yang sedang kita dorong bersama LMK dan lembaga lain. Pendataan itu bukan hanya tentang angka, tapi pengakuan dan perlindungan terhadap identitas budaya kita,” kata Restu.
Sedangkan Direktur Pemberdayaan Nilai Budaya dan Fasilitasi KI, Yayuk Sri Budi Rahayu menyebut kegiatan ini sebagai bentuk komitmen pelestarian berbasis tradisi dan kekayaan intelektual.
“Kita ingin para pelaku seni dan budaya memahami pentingnya hak cipta dan pengelolaan royalti. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga penghargaan terhadap pencipta dan pemilik karya,” katanya.