Kamis 26 Jun 2025 22:16 WIB

Soal Wacana Pemekaran Jabar, Warga Pantura tidak Bisa Melihat Urgensinya

Persoalan banjir rob Eretan, pengangguran, jalan rusak, mendesak diselesaikan

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Arie Lukihardianti
Warga di pesisir Eretan Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, membentangkan spanduk protes banjir rob dan berharap ada solusi dari pemerintah.
Foto: Dok Republika
Warga di pesisir Eretan Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, membentangkan spanduk protes banjir rob dan berharap ada solusi dari pemerintah.

REJABAR.CO.ID,  INDRAMAYU -- Wacana pemekaran Jawa Barat (Jabar) menjadi lima provinsi masih menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Termasuk di wilayah pantura Indramayu dan Cirebon, yang disebut akan menjadi provinsi Sunda Caruban dalam wacana tersebut.

Salah seorang warga asal Desa Patrol Baru, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Muhammad Wahyudin (43), mengaku tidak setuju dengan wacana pemekaran provinsi tersebut. Pasalnya, saat ini masih banyak permasalahan di tingkat bawah yang harus segera ditangani.

Baca Juga

“Daripada ngurusin pemekaran provinsi, lebih baik energi dan anggaran yang ada digunakan untuk menyelesaikan persoalan masyarakat. Banyak yang harus diselesaikan. Dan itu lebih mendesak untuk segera dilakukan,” ujar Wahyudin kepada Republika, Kamis (26/6/2025).

Wahyudin mencontohkan, persoalan banjir rob Eretan, banyaknya pengangguran dan jalan rusak, merupakan persoalan mendesak yang harus segera diatasi. Pasalnya, persoalan tersebut menyangkut kepentingan langsung masyarakat. “Saya masih gak bisa melihat urgensi dari pemekaran ini,” kata Wahyudin.

Dari sisi nama provinsi Sunda Caruban, Wahyudin juga tidak setuju dengan penamaan tersebut. Pasalnya, mayoritas masyarakat Indramayu selama ini berbahasa Jawa Dermayon.

Hal senada diungkapkan warga Desa Pabean Udik, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Dedi (40). Ia pun mengaku kurang setuju karena pemekaran provinsi pasti membutuhkan waktu dan proses yang panjang, dana besar dan suasana politik ekonomi juga saat ini masih belum stabil.

“Korupsi masih banyak. Kalau dimekarkan, khawatir malah berpotensi korupsi lagi. Infrastruktur juga belum siap,” kata Dedi.

Terkait nama provinsi Sunda Caruban, Dedi juga mengaku tidak setuju jikalau nama itu berpatokan pada sunda sebagai sebuah suku. Namun jika kata sunda itu mengacu pada kata Sundaland, ia mengaku setuju. “Karena aslinya kan memang kita bagian dari Sundaland,” katanya.

Seorang warga di Kota Cirebon, Nurul (47), mengungkapkan, alasan pemekaran provinsi itu harus memiliki tujuan yang jelas untuk kepentingan masyarakat. “Kalau tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ya setuju aja. Tapi kalau hanya  sekedar bagi-bagi kekuasaan, mending gak usah deh,” kata Nurul. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement